Baby Blues
Lama gag ngeblog ne . . karna jadwal kuliah yang lumayan padet jadi kalo buka komputer yang ada ya ngerjain tugas kalo gag cari bahan buat tugas. Jadi baru sempet nge blog lagi . . :) maklum namanya juga kuliah jadi ia musti sibug dengan tugas-tugas, tapi mengasyikkan juga . . :)
Mmmm . . ok2 . .
Mari kita mulai mencoret-coret . . heee . .:D
Ada yang pernah denger istilah Baby Blues??? tadinya aku juga masih blm begitu paham se ma istilah itu, eh kog di kuliah aku kemaren dibahas istilah itu. Jadi tambah penasaran aku . .
Yuk mari kita baca coretan di bawah ini . .
Semoga bisa membantu & berbagi informasi . .
Baby blues syndrom merupakan gangguan emosi ringan yang terjadi dalam kurun waktu 2 minggu setelah ibu melahirkan. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah lain seperti maternity blues atau post partum blues. Sesuai dengan istilahnya – blues – yang artinya keadaan tertekan, sindroma ini ditandai dengan gejala-gejala gangguan emosi seperti sering menangis atau mudah bersikap berang kalo banyak orang bilang.
Munculnya berbagai gejala ini menurut dr. Irawati Sp.Kj dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah ketidaksiapan ibu menghadapi kelahiran bayinya. Ada ibu yang tidak menyadari kalau kelahiran seorang bayi selalu disertai dengan peningkatan tanggung jawab. “Kesulitan menyusui misalnya, bisa membuat ibu jadi tertekan,” kata dr. Irawati Sp.Kj lagi.
Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan di bawah normal cenderung 3.64 kali berpeluang lebih besar mengalami baby blues dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal.
Faktor pencetus lain yang tidak kalah serius adalah sikap ibu dalam memandang dan menghadapi persalinan. Seringkali seorang ibu berharap bayi yang baru lahir akan tidur nyenyak di malam hari. Siapa yang menyangka sang bayi justru menangis di tengah malam yang mungkin akan lama berhentinya.
Baby blues juga sangat mungkin terjadi pada ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau mengalami kejadian yang sangat menyedihkan selama mengandung. Brooke Shields, misalnya, kehilangan ayahnya saat sedang mengandung. Ibu yang mengalami depresi saat mengandung, atau pernah mengalami depresi sebelumnya lebih harus mendapatkan perhatian khusus karena memiliki peluang besar untuk mengalami baby blues.
Selain dipicu oleh faktor-faktor yang sifatnya kejiwaan, perubahan hormon di turut mempengaruhi kestabilan emosi. Selama hamil hormon (estrogen dan progresteron) akan mengalami peningkatan. Hormon-hormon ini akan menurun tajam dalam tempo 72 jam setelah melahirkan. “Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau kondisi hormon yang sudah stabil selama 9 bulan mendadak berubah drastis,” kata dr. Arju Anita SpOG dari RSIA Hermina.
Walau terdengar begitu mencemaskan, para orang tua baru sebenarnya tak perlu cemas dalam mengalami baby blues syndrome. Singkatnya kurun waktu dan sifatnya yang temporer membuat baby blues akan akan ‘sembuh’ dengan sendirinya tanpa perlu ditangani dengan terapi hormonal. Pertolongan yang paling tepat menurut dr. Arju Anita adalah terapi psikologis. Dukungan moral dari lingkungan sekitarnya juga berperan penting di dalam membantu ibu dalam mengatasi sindroma ini.
Depresi pasca persalinan
Kewaspadaan harus lebih ditingkatkan ketika gangguan emosi yang dialami tak kunjung hilang setelah 2 minggu. Kemungkinan terbesar, ibu mengalami depresi pasca persalinan atau post partum depression (PPD). Layaknya depresi-depresi lainnya, depresi paska persalinan harus ditangani secara serius secara psikis oleh psikiater atau psikolog. “Membiarkan ibu terbenam dalam depresi akan mengakibatkan dampak negatif. Tidak hanya untuk si ibu tetapi juga si bayi, karena PPD bisa terus berlanjut selama 2 tahun,” kata dr. Irawati.
Berbeda dengan ketika mengalami baby blues syndrome, para penderita PPD biasanya dilanda rasa putus asa yang sangat berat. Seringkali mereka merasa ingin bunuh diri atau mencelakai bayinya.
Dalam kadar yang lebih ‘ringan’ sekalipun PPD akan menimbulkan dampak buruk kepada seluruh anggota keluarga. Bayangkan bagaimana jika istri menarik diri dan menolak berinteraksi dengan suaminya. Depresi bisa membuat ibu menolak menyusui dan mengurus bayinya. Kesehatan fisik dan psikis si bayi pastilah akan terganggu.
Walau telah mendapatkan pertolongan yang menyeluruh dari ahli medis, penanganan post partum depression tidak akan sempurna tanpa dukungan dari keluarga. Para suami bisa memulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya menanyakan kabar istrinya, atau mencarikan orang yang dapat membantunya mengurus rumah dan bayi. Dukungan sosial yang positif terbukti dapat membantu ibu melepaskan diri dari jerat depresi pasca persalinan. Untuk urusan yang satu ini barangkali kita perlu belajar pada orang Jawa yang mengenal tradisi ‘memanjakan’ ibu yang baru melahirkan selama 40 hari setelah persalinan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
He... aku juga gak ngerti yang ginian.... :)
BalasHapuswajarlah..... :P
But, nice post
bisa membantu para calon ibu untuk menghadapi Baby Blues ataupun PPD :D
Wah susah juga ya kalo dah kena syndrom ini.... :D
he... posting yang keren....keep on posting...
cee u...